Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab homoseksual, antara lain:
1) Imitasi terhadap model orang tua lawan jenis.
Bender dan Paster (1941), menemukan bahwa lebih dari 90 persen dari 23 kelompok homoseksual tidak mampu untuk mengidentifikasi dengan jenis kelamin yang sama dengan orang tua karena orang tua secara fisik absen dari rumah, atau terlalu kasar, atau lemah dan tidak berperan. Dari kelalaian ini, lawan jenis yang berkenaan dengan orang tua dalam kasus ini menjadi model utama imitasi.
Bieber [1962], membandingkan antara 106 laki-laki homoseksual dan 100 laki-laki heteroseksual, bagaimana orang tua mendorong perkembangan perilaku homoseksual.
Tabel 2. Hubungan Orang Tua dengan Pasien Homoseksual
Dan Laki-laki Heteroseksual
Relationship | Homoseksual | Heteroseksual |
Ibu | ||
Dituntut bahwa ibu yang menjadi pusat utama perhatian pasien | 61 % | 36% |
Menggoda pasien | 57 % | 36 % |
Menghabiskan banyak waktu yang berharga dengan pasien | 65 % | 27 % |
Mencoba bersekutu dengan pasien melawan suami | 62 % | 40 % |
Lebih dekat dengan pasien daripada saudara laki-laki yang lain | 56 % | 29 % |
Mendukung aktivitas maskulin | 17 % | 47 % |
Bertentangan dengan aktivitas heteroseksual pasien selama dan setelah masa remaja | 58 % | 35 % |
Ayah | ||
Pasien adalah kesayangan ayah | 7 % | 28 % |
Pasien menghabiskan sedikit waktu dengan ayah | 87 % | 60 % |
Pasien benci dan takut dengan ayah | 57 % | 31 % |
Pasien mengagumi ayah | 16 % | 47 % |
Bieber menemukan bahwa laki-laki homoseksual menghabiskan sedikit waktu dengan ayahnya dan menimbulkan rasa takut dan benci yang lebih besar. Merujuk pada ibunya, kelompok homoseksual mengalami sedikit dorongan dan banyak campur tangan dengan aktivitas maskulin daripada kelompok heteroseksual. Laki-laki homoseksual yang ada tidak hanya merasa sangat kekurangan dalam mengidentifikasi dengan peran feminin [seperti catatan parentikal, kita sering menemukan permulaan sejarah laki-laki homoseksual yang dipakaikan dan diurus sebagaimana anak perempuan].
2) Keengganan terhadap lawan jenis.
Banyak kaum homoseksual yang melaporkan perasaan yang jijik dan perubahan respon-respon terhadap pikiran atau penglihatan mereka pada anatomi seksual lawan jenis. Hal ini cenderung menjadikan homoseksual eksklusif mengingat pengalaman mereka yang tidak menyukai biseksual (homoseksual dan heteroseksual).
Banyak faktor yang mungkin memberikan sumbangan terhadap berkembangnya aversive learning (pembelajaran keengganan) ini. Para psikoanalis merujuk kepada castration anxiety, keadaan yang menakutkan ini disebabkan karena laki-laki pertama kali melihat organ genital perempuan yang berbeda, dipotong seperti yang mereka percayai.
Keengganan terhadap heteroseksualitas mungkin diperoleh dengan cara yang lebih rumit daripada aversive conditioning (pengkondisian keengganan) yang sederhana atau hukuman yang selektif. Laki-laki homoseksual kerap kali dipengaruhi oleh ibu yang penuh kasih sayang, tetapi lebih sering oleh ibu yang berkuasa. Sikap dan perasaan mereka yang diperoleh dari hubungan ini kemungkinan besar menjadi kuat dan menyamaratakan terhadap perempuan yang lain; proses learning ini mungkin membuat mereka menjadi enggan terhadap hubungan heteroseksual. Sebagai contoh, mereka belajar untuk takut terhadap perempuan, melihat mereka sebagai figur yang banyak menuntut dan figur “castrating” yang menguasai dan memanipulasi laki-laki, sama seperti yang ibu lakukan terhadap mereka dan ayah mereka.
3) Pengalaman awal homoseksual
Berdasarkan penelitian Bieber (1962), lebih dari setengah kelompok laki-laki homoseksual dewasa mempunyai pengalaman hubungan awal homoseksual sebelum umur 14 tahun. Kita jangan langsung menarik kesimpulan dari penemuan ini bahwa godaan awal homoseksual menjadi “penyebab” homoseksualitas semenjak kecenderungan homoseksual itu muncul sebelum umur 14 tahun. Selain itu, jika hubungan awal homoseksual ini dibuktikan dengan kesenangan yang terjadi berulang kali dan menjadi sumber dari keamanan dan kenyamanan emosional, kemudian hal ini mungkin akan meningkat bahwa kecenderungan homoseksual akan diperkuat dan diabadikan/terus ada (Greco dan White 1944).
4) Pengasingan kelompok sepermainan (Peer Group) remaja.
Bieber (1962), menemukan bahwa lebih dari setengah kelompok laki-laki homoseksual diisolasi dari hubungan teman sebaya yang normal pada remaja. Hanya sedikit yang diikutsertakan dalam persaingan olahraga dan permainan sosial, dan kebanyakan merasa ditolak dan diejek. Pengalaman seperti ini tidak hanya dikontribusikan dengan perasaan kurangnya maskulinitas, tapi mungkin membangun hasrat yang lebih kuat dan lebih lama untuk penerimaan dan persetujuan menjadi maskulin. Alasan anak muda masuk ke dalam hubungan homoseksual ada berbagai macam. Yang pertama, para homoseksual secara penuh menerima meskipun mereka kurang maskulin. Yang kedua, dalam hubungan homoseksual mereka dapat menerima persetujuan dan kasih sayang dari kelompok teman sebaya laki-laki yang pernah menolak pada hubungan remaja awal. [disadur dari buku "modern psychophatology", Millon]
sippp..kaanggo
ReplyDeletealhamdulillah.....sae atuh upami kaanggo mah, sugan jadi mangpaat
ReplyDelete